JAKARTA – Penasehat hukum Drs Raja Thamsir Rachman MM (RTR), Handika Honggowongso, Senin tanggal 27 Februari 2023, telah menyampaikan pledoi terkait kasus kebun kelapa sawit di kawasan hutan tanpa izin.
Menurut data yang dihadirkan, perkebunan sawit PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Siberida Subur, dan PT Palma Satu terletak di lokasi yang diperdebatkan apakah merupakan kawasan hutan atau tidak.
Menurut Drs Raja Thamsir Rachman, MM, konflik terkait tata ruang di lokasi tersebut bersumber dari konflik norma hukum yang berlaku di dalam perundang-undangan. Meskipun terdapat rekomendasi teknis dari dinas terkait, seperti dari Amedtirbja dan H Asmanu, untuk menerbitkan izin lokasi dan/atau izin usaha perkebunan, lokasi tersebut tetap menjadi polemik karena tidak ada ijin pelepasan kawasan hutan dari Menteri Kehutanan.
Namun, terkait dengan kegiatan usaha di kawasan hutan tanpa izin, dosen ahli pidana DR I Gde Panca Astawa dan DR Chairul Huda menjelaskan bahwa adanya pasal 110 A dan pasal 110 B PERPU No 2 tahun 2023 tentang Cipta Keja yang telah disetujui DPR menjadi UU Jo PP Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2021 merupakan dekriminalisasi atau depenalisisasi atas kegiatan usaha di kawasan hutan yang tidak memiliki perizinan di bidang kehutanan.
Menurut Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK, Yazid Nurhuda, pasal tersebut hanya berlaku untuk kegiatan usaha yang terbangun sebelum UU Cipta Kerja berlaku. Sementara untuk perambahan atau kegiatan usaha yang terbangun di dalam kawasan hutan tanpa izin bidang kehutanan setelah berlakunya UU, akan diproses secara pidana.
Dalam pledoinya, Drs Raja Thamsir Rachman, MM memohon agar majelis hakim memutuskan tidak terbukti turut serta melakukan perbuatan pidana sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan Primair dan dakwaan Subsidiair Jaksa Penuntut Umum. Tim penasehat hukum Drs Raja Thamsir Rachman, MM juga berharap agar kasus ini bisa diselesaikan dengan cara administratif, bukan dengan proses pidana.
Menurut Handika Honggowongso dan tim, penyelesaian konstitusional atas kegiatan usaha kebun kelapa sawit PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Siberida Subur dan PT Palma Satu yang terbangun di kawasan hutan tanpa izin di bidang kehutanan sebelum Perpu Cipta Kerja berlaku adalah menggunakan penyelesaian administrasi, bukan dengan proses pidana.
Pada kasus ini, ijin yang diberikan Kepala Daerah berupa Izin Lokasi (ILOK) dan Izin Usaha Perkebunan (IUP) harus sesuai dengan tata ruang wilayah. Selain itu, ijin lokasi dan ijin usaha perkebunan tidak dapat dijadikan dasar untuk melakukan pengolahan lahan kawasan hutan. Ijin tersebut hanya merupakan syarat administrasi dan sebagai dasar rekomendasi untuk permohonan dan terbitnya izin pelepasan kawasan hutan serta penerbitan HGU. Sebelum ada ijin pelepasan, tidak boleh melakukan aktifitas pembangunan dan penanaman kelapa sawit.
Seiring dengan itu, Handika Honggowongso dan tim juga berharap agar kasus ini bisa diselesaikan dengan bijak. “Kami berharap agar kasus ini bisa diselesaikan dengan cara administratif, bukan dengan proses pidana. Kami juga berharap agar seluruh pihak bisa bekerja sama untuk menyelesaikan masalah ini dengan cara yang baik dan benar,” tutupnya. ***