Memperebutkan ketua DPD I Riau, kedua tokoh Rohil , Afrizal Sintong dan Karmila sari adu basis, , adu jaringan, adu kekuatan moril dan materil, siapa yang menang???

Rohil —Dibalik Penundaan Musyawarah Daerah (Musda) Partai Golkar di Riau bukan sekadar peristiwa administratif, Ini adalah sinyal politik tajam, terukur, dan sarat manuver.

Di balik alasan teknis “menunggu jadwal Ketum” atau “penyesuaian agenda pusat”, sesungguhnya tengah terjadi pertarungan pengaruh di tubuh pohon beringin yang akarnya mulai saling melilit.

Tapi semuanya mendadak terdiam begitu surat penundaan dari DPP turun. Musda XI Golkar Riau resmi ditunda tanpa batas waktu.

Siapa pun yang memimpin Golkar Riau otomatis punya tiket pengaruh besar dalam politik lokal-bahkan bisa menentukan arah dukungan di Pilkada 2030 nanti

Di sinilah intrik mulai mengeras, dan untuk saat ini media ini lebih memfokuskan ke tokoh di Rokan hilir yang bertarung nantinya, diluar dari calon calon dari Rohil, untuk sementara di kesampingkan.

nama seperti Afrizal Sintong mantan bupati Rohil periode lalu, disebut-sebut menjadi poros kekuatan baru dengan dukungan kader kader dari 12 kabupaten / kota di riau punya basis, punya uang, punya jaringan.

Dengan pengalamannya, Afrizal Sintong mampu membuktikan ketika dia duduk menjadi ketua DPD II Golkar Rohil, dirinya berhasil membawa Golkar memperoleh 10 kursi di DPRD kabupaten Rohil, bukan itu saja, dirinya juga berhasil mengambil 2 kursi dari DPRD provinsi Riau.

Tapi di sisi lain, muncul juga Karmila Sari, anggota DPR RI tokoh muda perempuan yang berani menantang dominasi politik laki-laki di tubuh beringin Riau. Karmila sari tetap mendaftar, meski Musda ditunda-sebuah pernyataan keras bahwa ia tidak tunduk pada permainan waktu elite.

Karmila sari yang syarat dengan pengalaman, baik itu dikabupaten ,provinsi, hingga ke pusat, dirinya yang saat ini menjabat menjadi anggota DPR- RI

kita lihat saja kedua tokoh ini siapa yang paling berpengaruh, tanpa mengesampingkan calon calon dari luar Rohil, dan Penundaan ini, akan menentukan apakah Golkar masih mendengarkan suara para kadernya yang di Riau, atau mengikuti keputusan elit politik pusat, tidak boleh ada kejutan

Partai yang dulu dikenal sebagai mesin politik paling disiplin kini justru terlihat gamang menghadapi dinamika internalnya sendiri. Musda yang seharusnya menjadi ajang demokrasi justru terjebak dalam ruang tunggu kepentingan elite.

Apakah keputusan menunda Musda adalah langkah strategis untuk menyatukan kekuatan, atau hanya cara halus untuk menyingkirkan lawan politik internal yang terlalu kuat ?
Afrizal Sintong Epi Sintong ,

Related posts